5.
Pengenalan Rasio
Keuangan Bank
Analisis
rasio adalah suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk
menilai kinerja dan status suatu perusahaan. Oleh karena itu penganalisa harus
mampu menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode atau waktu ini dengan
faktor-faktor di masa mendatang yang mungkin akan mempengaruhi posisi keuangan
atau hasil operasi perusahaan yang bersangkutan.
Landasan Teori
Pengertian
rasio keuangan menurut Van Horne dan Wachowizs(1997:133) yaitu:
Indeks
yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka
dengan angka lainnya.
Menurut
Bambang Riyanto (2001:329) mengenai definisi rasio keuangan yaitu:
Rasio
keuangan adalah ukuran yang digunakan dalam interpretasi dan analisis laporan
finansial suatu perusahaan. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang
dinyatakan dalam arithmatical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara dua macam datafinansial.
Menurut
S. Munawir (2007:65) analisis rasio keuangan adalah :
Suatu
metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca
atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan
tersebut.
Pengertian
analisis rasio keuangan menurut Weston (1995:225) adalah :
Analisis
rasio keuangan memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan
perhitungan laba rugi, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu
perusahaan dan menilai posisi keuangannya saat ini, serta memungkinkan bagi
manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditur atau investor terhadap keadaan
keuangan perusahaan dan dengan demikian dapat mancari cara-cara yang tepat
untuk mendapatkan dana.
Menurut
Agus Sartono (2001:113) yang dimaksud dengan analisa rasio keuangan adalah :
Dasar
untuk menilai dan mengarahkan prestasi operasi perusahaan.Disamping itu,
analisa rasio keuangan juga dapat dipergunakan sebagai kerangka kerja
perencanaan dan pengendalian keuangan.
Menurut
Bambang Riyanto (2001:329) penganalisa finansial dalam mengadakan analisis
rasio keuangan pada dasarnya dapat melakukannya dengan 2 macam cara
pembandingan, yaitu :
1. Pembandingan
present ratio dengan rasio-rasio semacam di waktu-waktu yang lalu (rasio
historis) dari perusahaan yang sama.
2. Pembandingan
antara rasio-rasio suatu perusahaan dengan rasio-rasio semacam dari
perusahaan-perusahaan atau industri lain yang sejenis (rasio rata-rata atau
rasio industri).
5.1. Legal
Reserve Requirement (LRR)
Legal Reserve Requirement (LRR) adalah
ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak
ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa
rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia.
5.2. Loan
to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio
antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah
penerimaan dana dari berbagai sumber. pengertian lainnya LDR adalah rasio
keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR
adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro,
tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan
requests) nasabahnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas.
Rasio yang tinggi menunjukkan bahwasuatu bank meminjamkan seluruh dananya
(loan-up) atau realtif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah
menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk
dipinjamkan (Latumaerissa,1999:23). LDR disebut juga rasio kredit terhadap
total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang
disalurkan dalam bentuk kredit.
5.3. Capital
Adequacy Ratio (CAR)
CAR(Capital Adequacy Ratio) adalah rasio
kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan
dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank
tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang
berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan
operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.
5.4. Perhitungan
Legal Lending Limit (LLL)
Perhitungan Legal Lending Limit (LLL)
adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset),
Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan
istilah Analisis CAMEL :
Ø ASPEK PERMODALAN
(CAPITAL)
Penilaian
pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang
dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank.
Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan
BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
Ø ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET )
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering
disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank
dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
Ø ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi
kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250
pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga
akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam
menangani bebagai kasus yang terjadi.
Ø ASPEK RENTABILITAS
(EARNING)
Penilaian aspek
ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga
untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank
yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total
Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional
(BOPO).
Ø ASPEK LIKUIDITAS
(LIKUIDITY)
Aspek kelima
adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid,
apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama
hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua
permohonan kredit yang layak dibiayai.
5.5. Non
Performing Loan (NPL)
Non performing loan adalah kredit yang
masuk ke dalam kualitas kreditkurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan olehBank Indonesia (SE No. 7/3/DPNP). NPL yang
digunakan dalam penelitian inimerupakan angka perubahan NPL bulan Desember 2008
dan Januari 2009, dengankategori 1 = meningkat, 0 = menurun atau tetap.
Variabel Kebijakan Bank Indonesia (KBI)
mempengaruhi NPL secara signifikan. KBI No. 7 Tahun 2005 menyebutkan bahwa
adanya pengharusan dilakukannya penyeragaman penilaian dan pengategorian
kualitas aktiva produktif oleh bank. Hasil pengolahan nilai signifikansi
variabel KBI adalah 0,016. Hal ini berarti KBI signifikan mempengaruhi NPL pada
tingkat kepercayaan 95% karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan
terjadi perbedaan yang nyata antara NPL setelah diterapkannya KBI dengan NPL
sebelum diterapkannya KBI.
5.6. Net
Interest Margin (NIM)
marjin bunga bersih (NIM) adalah ukuran
perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga
keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka
(misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset.
Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
Hal
ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh
pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas
dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan
yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
6. Tingkat Kesehatan Bank
Pengertian Tingkat
Kesehatan Bank
Tingkat
Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap
risiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat kesehatan Bank
adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan fungsinya dengan
baik.
Dalam
pengertian lain Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penelitian kualitatif
atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank
melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas,
likuiditas. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui
penilaian kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang
didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penialian
serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan
perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi,
perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian kualitatif
adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penilaian
kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan bank dan saat ini Bank
Indonesia juga memiliki metode penilaian kesehatan secara keseluruhan baik dari
segi kualitatif dan kuantitatif.
Budisantoso
dan Triandaru (2005:51) mengartikan kesehatan bank sebagai “kemampuan suatu
bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku”. Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan
suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank mencakup kesehatan suatu
bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Menurut
Budisantoso dan Triandaru (2005:51), kegiatan tersebut meliputi :
1.
Kemampuan menghimpun dana dari
masyarakat, dari lembaga lain dan modal sendiri.
2.
Kemampuan mengelola dana.
3.
Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat
4.
Kemampuan memenuhi kewajiban kepada
masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain
5.
Pemenuhan peraturan perbankan yang
berlaku.
Dengan kata lain tingkat kesehatan bank
juga erat kaitannya dengan pemenuhan peraturan perbankan (kepatuhan pada Bank
Indonesia).
Aturan Kesehatan Bank
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan
bank dilakukan oleh bank Indonesia, menetapkan bahwa :
1.
bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian.
2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang
mempercayakan dananya kepada Bank.
3. Bank wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4.
Bank atas permintaan Bank Indonesia,
wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas milik
bank tersebut, serta wajib memberikan bantuan dalam rangka memperoleh kebenaran
dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank
tersebut.
5. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank
Indonesia dapat menugaskan akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
6. Bank wajib untuk menyampaikan kepada
Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta
laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Neraca dan laporan laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu
diaudit oleh akuntan publik.
7. Bank wajib mengumumkan neraca dan
perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Peraturan kesehatan bank menekankan
bahwa bank di Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan aturan-aturan yang
telah disebutkan diatas. Keadaan bank yang tidak sehat akan merusak keadaan
perbankan secara keseluruhan dan mengurangi rasa kepercayaan masyarakat. Bank
Indonesia sebagai bank sentral mempunyai hak untuk selalu mengawasi jalannya
kegiatan operasional bank dengan mengetahui posisi keuangan perbankan agar
keadaan perbankan di Indonesia dalam keadaan sehat untuk senantiasa melakukan
kegiatannya.
Pelanggaran Aturan
Kesehatan Bank
Apabila
terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia
dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan dasar agar bank
bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara
umum. Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
1.
pemegang saham menambah modal.
2.
Pemegang saham mengganti dewan komisaris
dan atau direksi bank.
3. Bank menghapus bukukan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet, dan meperhitungkan kerugian
bank dengan modalnya.
4.
Bank melakukan merger atau konsolidasi
dengan bank lain.
5.
Bank dijual kepada pembeli yang bersedia
mengambil alih seluruh kewajiban.
6.
Bank menyerahkan pengelolaan seluruh
atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
7.
Bank menjual sebagian atau seluruh harta
dan kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
Apabila
tindakan tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan
atau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan
sistem perbankan, maka pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank
dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuditas.
Apabila direksi bank tidak menyeleggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, maka
pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan
yang berisikan pembubaran badan hukum bank tersebut, penunjukan tim likuditas,
dan perintah pelaksanaan likuditas sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Ketentuan Mengenai Tingak Kesehatan Bank
Tingkat
kesehatan BANK dinilai dengan atas berbagai aspek
yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu BANK,
yang meliputi aspek Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Manajemen,
Rentabilitas, dan Likuiditas, (CAMEL) serta mempertimbangkan faktor-faktor yang
lain yang dapat menurunkan dan atau menggugurkan TKS.
Dalam
melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan
pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi
dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai
faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas
dan likuiditas.
Pada
tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan
kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan
komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya
pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya,
penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan
dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan
nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan
ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan
bank.
Tahap
selanjutnya mengevaluasi kembali dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek
lain yang secara materiil seperti pelanggaran dan atau pelampauan terhadap
ketentuan BMPK, pelanggaran ketentuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC),
pelanggaran ketentuan transparansi informasi produk BPR dan penggunaan data
pribadi nasabah.
Faktor-faktor
yang dapat menggugurkan penilaian tingkat kesehatan BANK menjadi Tidak Sehat
yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen BANK, window
dressing, praktek Bank dalam bank (Bank in Bank), kesulitan
keuangan, praktek perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
BANK.
Pertimbangan tersebut dapat berpengaruh
terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu
angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup
Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Tingkat Kesehatan Bank (Camels)
6 Tingkat Kesehatan Bank (Camels)
Kesehatan atau kondisi
keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik
pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank
Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank
tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja
Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku dan manajemen risiko.
Perkembangan industri
perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan
meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank
dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang
selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi
penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga
sistem
penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan
kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali
tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif
dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil
akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana
dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank
Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi
strategi pengawasan Bank.
Untuk hal tersebut Bank
Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dan
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23 /DPNP Tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.
Tingkat Kesehatan Bank
adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap
kondisi atau kinerja suatu Bank melalui Penilaian Kuantitatif dan atau
Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor Capital, Asset Quality,
Management, earning, liquidity dan sensitivity to market risk yang
disingkat CAMELS.
Penilaian terhadap faktor tersebut secara
umum dapat diuraikan sebagai berikut :
6.1. Penilaian Permodalan (Capital).
Penilaian terhadap faktor
permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. kecukupan,
komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan serta kemampuan
permodalan Bank dalam mengcover aset bermasalah.
b. kemampuan
Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan,
rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber
permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
Bank.
6.2.Kualitas
Asset
(Asset Quality);
Penilaian terhadap faktor
kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kualitas aktiva produktif, konsentrasi
eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
b.
kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem
kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan
aktiva produktif bermasalah.
6.3. Penilaian Manajemen (Management).
Penilaian terhadap faktor
manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.
kualitas manajemen umum dan penerapan
manajemen risiko.
b. kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang
berlaku dan komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
6.4. Penilaian Rentabilitas (Earning).
Penilaian terhadap faktor
rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. pencapaian return
on assets (ROA), return on equity (ROE), net
interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi Bank;
b. perkembangan
laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam
pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional.
6.5.Penulisan Likuiditas (Liquidity);
Penilaian terhadap faktor
likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
a. rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity
mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR),
proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan;
b. kecukupan kebijakan dan pengelolaan
likuiditas (assets and liabilities management / ALMA), akses kepada
sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan.
6.6. Penilaian Sensitivitas Terhadap
Risiko Pasar (Sensitivity To Market Risk)
Penilaian terhadap faktor sensitivitas
terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi
kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan
nilai tukar;
b.
kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.
Untuk penetapan peringkat
setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan
indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan dengan mempertimbangkan
unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan
signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.
Berdasarkan hasil
penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite
rating) sebagai berikut :
a. Peringkat Komposit 1 (PK-1),
mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu
mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan;
b. Peringkat Komposit 2 (PK-2),
mencerminkan bahwa Bank tergolong baikdan mampu mengatasi pengaruh negatif
kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat
segera diatasi oleh tindakan rutin;
c. Peringkat Komposit 3 (PK-3),
mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat
beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk
apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif;
d. Peringkat Komposit 4 (PK-4),
mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif
terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank
memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa
faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif
yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e. Peringkat Komposit 5 (PK-5),
mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat
sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan
serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
Sumber :
http://belajarperbankangratis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar